Analisis efesiensi pasar modal bentuk lemah dan setengah kuat di
Indonesia
Pendahuluan
pasar dikatakan efisien bilamana
harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada.
Menurut Fama (1970)
Suatu pasar dikatakan efisien
apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi,
akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return),
Artinya, harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi
yang ada atau “stock prices reflect all available information”. Ekspresi
yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien harga-harga asset atau
sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang
aset atau sekuritas tersebut.
Dalam mempelajari konsep pasar
efisien, perhatian kita akan diarahkan pada sejauh mana dan seberapa cepat
informasi tersebut dapat mempengaruhi pasar yang tercermin dalam perubahan
harga sekuritas. Dalam hal ini Haugen (2001) membagi kelompok informasi menjadi
tiga, yaitu
(1) informasi harga saham masa lalu (information
in past stock prices),
(2) semua informasi publik (all
public information), dan
(3) semua informasi yang ada termasuk
informasi orang dalam (all available information including inside or
private information).
Masing-masing kelompok informasi
tersebut mencerminkan sejauh mana tingkat efisiensi suatu pasar.
ada tiga bentuk tingkat efisiensi
pasar berdasarkan pada tingkat penyerapan informasinya, yaitu
-
pasar
efisien bentuk lemah,
-
pasar
efisien bentuk semi kuat,
-
pasar
efisien bentuk kuat.
1. Pasar
efisiensi bentuk lemah
Pasar efisiensi bentuk lemah
menyatakan bahwa harga-harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan informasi saham
pada masa lalu dan informasi ini merupakan informasi yang sudah terjadi dan
diketahui oleh semua pelaku saham/investor.
Konsep Pasar modal dalam bentuk
lemah memiliki nilai-nilai masa lalu yang tidak dapat digunakan untuk
memprediksi harga sekarang, sehingga para investor tidak dapat menggunakan
informasi dimasa lalu untuk mendapatkan abnormal
return, karena historis harga saham dimasa lalu bersifat acak (random walk) atau tidak mempunyai pola
tertentu.
Misalkan,
ada bentuk musiman atas kinerja harga suatu saham yang menunjukkan bahwa harga
saham akan naik menjelang tutup tahun (akhir tahun) dan kemudian turun pada
awal tahun. Berdasarkan pada hipotesis pasar efisien bentuk lemah, pasar akan
segera mengetahui dan merevisi kebijakan harganya dengan melakukan perubahan
terhadap strategi perdagangannya. Mengantisipasi kemungkinan penurunan harga
pada awal tahun, pedagang akan menjual saham yang dimilikinya sesegera mungkin
untuk menghindari kerugian sebagai akibat dari ”jatuhnya” harga saham
perusahaan yang diamati.
Upaya
yang dilakukan pedagang tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan secara
keseluruhan akan turun. Investor yang cerdik tentu akan menjual saham yang
dimilikinya pada akhir tahun untuk menghindari kerugian sebagai akibat dari
menurunnya harga saham di awal tahun. Jika hipotesis pasar bentuk lemah
terpenuhi, dan akibatnya harga adalah bebas (independen) dari bentuk harga
saham histories, maka dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan harga akan
mengikuti kaedah jalan acak (random walk)
manakala pengujian hanya dilakukan terhadap perubahan harga secara
histories.
Jalan
acak adalah konsep statistic yang memprediksi bahwa keluaran (output)
berikutnya dalam suatu urutan tidak tergantung pada keluaran (output)
sebelumnya.
Karena
sekuritas berisiko menawarkan return
positif, kita dapat mengharapkan bahwa harga sasham akan senantiasa naik atau
mengalami apresiasi sepanjang waktu. Tetapi kecenderungan kenaikan tersebut
tidak selamanya akan begitu, karena perubahan harga mengikuti kaedah acak.
Seandainya
saat ini sekuritas yang dimilikiharganya adalah Rp. 1.000,- maka setiap periode
harganya akan naik sebesar 12% dengan kemungkinan 75% atau turun 10% dengan
kemungkinan 25%. Dalam hal ini jelas bahwa tiga per-empat dari keluaran akan
menghasilkan return 12% sedangkan
seperempatnya akan menghasilkan return 10%.
Selanjutnya dapat dihitung return
yang diharapkan (expected return) adalah
E(R) = 0,75 (12%) + 0,25 (-10%) = 6,5%.,
Walaupun
tingkat pengembalian yang diharapkan di sini adalah 6,5 % nilai yang sebenarnya
tetap saja merupakan nilai yang acak (tidak dapat diketahui dengan pasti).
Sehingga, dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa harga sekuritas mengikuti
kaedah jalan acak. Strategi perdagangan yang menggunakan data pasar histories
(umumnya harga saham) dikenal dengan sebutan analis teknikal (Technical Analysis).
1.1
prediktabilitas return
Pengujian hipotesis pasar efisien bentuk lemah dapat
diuji dengan menggunakan pengujian prediktabilitas
return. Pengujian ini meliputi pola return
(harian, mingguan, bulanan) dan pengujian prediktabilitas return jangka pendek
maupun jangka panjang sesuai dengan karakterisitik perusahaan.
a.
Mempelajari pola return seasonal
Sejumlah penelitian telah menunjukan
adanya suatau pola dalam return sekuritas. Pola tersebut menunjukan adanya
tingkat return yang lebih tinggi atau lebih rendah pada saat tertentu baik dalam
periode harian, mingguan maupun tahunan
Fama (1991) menemukan bahwa pada
periode 1941-1981, return di bulan januari lebih tinggi dibanding bulan-bulan
lainnya, perbedaan yang lebih besar terjadi pada saham yang nilai pasarnya
kecil, abnormal return di bulan januari untuk small stock relative tinggi pada awal bulan. Fenomena ini sering
disebut dengan January effect.
b.
Memprediksi return dari data return diwaktu lalu
Return dimasa lalu dapat digunakan untuk
memprediksikan return di masa yang
akan datang, baik jangka panjang maupun jangaka pendek,
ada beberapa cara pengujian yang
dapat dilakukan mulai cara yang sederhana berupada data return pada periode sebelumnya, sampai cara yang lebih komplek
dengan menggunakan trading rules
seperti uji korelasi, run test, filter test, dan kekuatan relative sekuritas (relative strength).
c.
Hubungan return dan informasi karakterisitik
perusahaan
Size
effect
Banz (1981) menunjukan bukti empiris
paling awal mengenai adanya size effect,
yaitu adanya kecenderungan saham-saham perusahaan kecil yang mempunyai return yang lebih tinggi dibanding
saham-saham perusahaan besar. (Nilai pasar dibagi dengan nilai buku (market to
book value)
Earning
Price
Basu (1977) melakukan penelitian
mengenai hubungan rasio antara earning/price
(E/P) dengan tingkat abnormal return
yang diperoleh dengan menggunakan CAMP
1.2 Hasil-hasil
penelitian pasar efisiensi bantuk lemah di Indonesia
1. Herman Legowo dan Mas’sud Machfoed
(1998) melakukan penelitiaan mengenai efisiensi pasar modal perbandingan dua
periode yang berbeda dalam pasar modal Indonesia diperoleh hasil dalam tes
kenaikan diketahui bahwa baik pada periode bullish maupun pada periode normal
harga saham di pasar modal berpola acak (random).
2.
Johan
Jimmy Carter Tambotoh dan Hari Sunaryo (1999) dengan menggunakan data Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) bulanan melakukan pengujian terhadap pasar modal
Indonesia apakah sudah termasuk dalam efisiensi bentuk lemah dengan menggunakan periode Juni 1995 hingga Juli
1997.Hasil penelitian adalah bahwa Bursa Efek Jakarta sudah termasuk dalam
efisien bentuk lemah,sehingga investor tidak dapat memanfaatkan perubahan harga
di masa lalu untuk mendapatkan abnormal
return pada saat ini dan di masa yang akan datang.
3.
Sari
Istiana (2003) dengan menggunakan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
bulanan melakukan pengujian terhadap pasar modal Indonesia apakah sudah
termasuk dalam efisiensi bentuk lemah dengan menggunakan periode Januari 2000
hingga Desember 2000 Hasil penelitian adalah terdapat hubungan antara perubahan
harga saham dengan efisien bentuk lemah dalam pasar modal Indonesia,sehingga
investor tidak dapat memanfaatkan perubahan harga di masa lalu untuk
mendapatkan abnormal retrun pada saat ini dan di masa
yang akan datang.
4.
Sunariyah
(1999) melakukan penelitian tentang tingkat efisiensi pasar modal di Indonesia dengan
hasil penelitian bahwa pasar modal di Indonesia belum efisien hal ini dikuatkan
dengan hasil penelitian para pakar pasar modal di Indonesia sehingga sumber
informasi sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
investasi.
5.
Mihael
J.Seiler dan Walter Rom (1997) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi
pasar terhadap indeks harga saham dalam keadaan random walk dengan hasil
penelitian bahwa terdapat hubungan antara perubahan harga saham dengan
efisiensi bentuk lemah dalam pasar modal
No
|
Penulis (tahun)
|
Judul
|
Hasil
|
1
|
Herman Legowo dan Mas’sud Machfoed
(1998)
|
efisiensi pasar modal perbandingan
dua periode yang berbeda dalam pasar modal Indonesia
|
tes kenaikan diketahui bahwa baik
pada periode bullish maupun pada periode normal harga saham di pasar modal
berpola acak (random).
|
2
|
ohan Jimmy Carter Tambotoh dan
Hari Sunaryo (1999)
|
menggunakan data Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) bulanan melakukan pengujian terhadap pasar modal
Indonesia apakah sudah termasuk dalam efisiensi bentuk lemah dengan
menggunakan periode Juni 1995 hingga Juli 1997
|
bahwa Bursa Efek Jakarta sudah
termasuk dalam efisien bentuk lemah,sehingga investor tidak dapat
memanfaatkan perubahan harga di masa lalu untuk mendapatkan abnormal return pada saat ini dan di
masa yang akan datang.
|
3
|
Sari Istiana (2003)
|
menggunakan data Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) bulanan melakukan pengujian terhadap pasar modal
Indonesia apakah sudah termasuk dalam efisiensi bentuk lemah dengan
menggunakan periode Januari 2000 hingga Desember 2000
|
terdapat hubungan antara perubahan
harga saham dengan efisien bentuk lemah dalam pasar modal Indonesia,sehingga
investor tidak dapat memanfaatkan perubahan harga di masa lalu untuk
mendapatkan abnormal retrun pada saat ini dan di
masa yang akan datang.
|
4
|
Sunariyah (1999)
|
tingkat efisiensi pasar modal di
Indonesia
|
pasar modal di Indonesia belum
efisien hal ini dikuatkan dengan hasil penelitian para pakar pasar modal di
Indonesia sehingga sumber informasi sangat diperlukan dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan investasi.
|
5
|
Mihael J.Seiler dan Walter Rom
(1997)
|
analisis efisiensi pasar terhadap
indeks harga saham dalam keadaan random walk
|
penelitian bahwa terdapat hubungan
antara perubahan harga saham dengan efisiensi bentuk lemah dalam pasar modal
|
2. Pasar
efisiensi bentuk setengah kuat
Efisiensi bentuk
setengah kuat menyatakan bahwa harga-harga sekuritas mencerminkan semua
informasi yang tersedia bagi publik. Informasi ini mencangkup informasi
mengenai harga sekuritas sekarang dan sebelumnya, sehingga dalam pasar
efisiensi bentuk setengah kuat tidak hanya mencerminkan harga di waktu yang
lalu, tetapi juga mencangkup laporan keuangan dan informasi tamahan (pelengkap)
sebagaimana diwajibkan oleh peraturan akuntansi serta semua informasi yang
dipublikasikan.seperti keputusan pemerintah, peraturan keuangan seperti pajak
bangunan atau suku bunga.
Konsep pasar efisien bentuk setengah
kuat ialah para investor tidak akan mampu mendapatkan abnormal return dengan menggunakan strategi yang dibagun
berdasarkan informasi yang tersedia dipublik,
dengan kata lain, analisis terhadap
laporan keuangan tidak memberikan manfaat. Ide dari pandangan ini adalah bahwa
sekali informasi tersebut menjadi informasi publik (umum), artinya tersebar di
pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik
untuk mencerminkan semua informasi publik yang ada.
Jadi, informasi yang baru saja
didapat dari membaca koran Bisnis Indonesia atau Kompas, misalnya mengenai
penemuan obat baru atau ancaman akan munculnya perang di Kawasan Asia Timur
atau Timur Tengah, dengan segera sudah tercermin pada harga sekuritas. Investor
sudah tidak mungkin mendapatkan abnormal return ketika melakukan
transaksi di pasar modal berdasarkan informasi publik tersebut.
Harga pada tingkat beli atau jual
saham sudah lebih dahulu mencerminkan informasi tersebut karena pasar akan
dengan segera bereaksi. Berlawanan dengan pendukung hipotesis pasar efisien
bentuk lemah, pada pasar efisien bentuk semi-kuat ada banyak investor yang
berfikir bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan pengamatan
secara seksama terhadap informasi publik yang tersedia di pasar, khususnya
informasi akuntansi. Investor yang melakukan analisis dengan menggunakan data
atau informasi akuntansi (dari laporan keuangan) dan dari sumber lain untuk
mengidentifikasi saham yang salah harga (mispriced) disebut investor
tersebut melakukan analisis fundamental (Fundamental Analysis)
2.1 Event Study
Pengujian pasar efisiensi bentuk setengah kuat dapat
diuji dengan melakukan Event Study
Penelitian yang mengamati dampak
dari pengumuman informasi terhadap harga sekuritas. Penelitian Even Studies umumnya berkaitan dengan
seberapa cepat suatu informasi yang masuk ke pasar dapat tercermin pada harga
saham.
Standar metodologi yang digunakan dalam Even Studies adalah :
1. Mengumpulkan sample, yaitu perusahaan-perusahaan yang mempunyai pengumuman yang
mengejutkan pasar, perubahan harga dapat terjadi jika ada event yang mengejutkan pasar, misalnya ada pengumuman perusahaan
akan melakukan merger, stock split,
penerbitan saham baru atau pengumuman mengenai earning perusahaan
2. Menentukan hari pengumuman atau event
3. Menentukan periode pengamatan,
periode pengamatan biasanya dihitung dalam hari
4. Menghitung return masing-masing sample
setiap hari selama periode pengamatan
5. Menghitung abnormal return yang dihitung mengurangi return actual dengan return
yang diharapkan
6. Menghitung rata-rata abnormal return semua sample
7. Terkadang abnormal return harian tersebut digabung untuk menghitung abnormal return kumulatif selama periode
tertentu
8. Mempelajari dan mendiskusikan hasil
yang diperoleh
2.1 Penelitian yang
pernah dilakukan pada efisiensi bentuk setengah kuat di Indonesia
1.
Namusisi (1996) menguji
efisiensi Bursa efek Jakarta dengan menggunakan event listing saham (emisi saham baru pada pasar sekunder
maupun emisi saham tambahan seperti rights issue dan bonus share) pada periode pengamatan 1993 – 1995 dengan
sampel sejumlah 155 emiten. Namusisi (1996) tidak menemukan adanya abnormal return yang konsisten saat terjadinya emisi saham
baru, sehingga Namusisi (1996) menarik kesimpulan bahwa Bursa Efek Jakarta
sudah mencapai bentuk efisiensi setengah kuat.
2.
Susiyanto
(1997) juga menguji efisiensi BEJ dengan menggunakan event pengumuman deviden (yang dipisahkan dengan pengumuman deviden
turun, deviden tetap maupun deviden naik) pada periode 1994
-1996 dengan menggunakan seluruh emiten (yang akan
mengumumkan rencana pembagian devidennya). Susiyanto (1997) menemukan hal yang sama seperti yang ditemukan oleh Namusisi
(1997), yaitu tidak adanya abnormal return yang signifikan secara konsisten sehubungan dengan event yang diteliti. Susiyanto (1997) kemudian menyimpulkan bahwa
Bursa Efek Jakarta sudah mencapai efisiensi pasar bentuk setengah
kuat ( Semi strong form
efficiency).
3.
Affandi,
et al (1998) menguji efisiensi bentuk setengah kuat pada BEJ periode 1996-1997, dengan event pengumuman laba bersih perusahaan,
dengan sample 50 saham,hasil penelitian menunjukkan bahwa harga
saham bereaksi lambat terhadappengumuman laba, sehingga mengindikasikan bahwa
BEJ belum efisien dalam bentuk setengah kuat.
4.
Suryawijaya dan Setiawan
(1998) meneliti tentang reaksi harga saham terhadap peristiwa politik yang
berupa pengambilalihan kantor PDI tanggal 27 Juli 1996. Dengan menggunakan
sample saham sebanyak 37 saham yang aktif dan likuid di BEJ. Hasilnya
menunjukkan bahwa pasar modal di Indonesia bereaksi terhadap peristiwa politik
"27 Juli 1996". Tapi reaksi yang terjadi adalah negatif (abnormal return yang negatif dan signifikan) terjadi secara
spontan dan event date. Namun setelah 3 hari terjadi perubahan arah (rebound) pada abnormal return menjadi positif, sebagai reaksi pernyataan
pemerintah bahwa kerusuhan telah terkendali dan memberikan jaminan akan kestabilan
politik, sehingga semua kegiatan bisa berlangsung lagi.
5.
Tatiek, et al (1999)
meneliti tentang reaksi harga saham terhadap pengumuman pergantian kepemimpinan
Suharto. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa BEJ tidak efisien dalam bentuk
efisien setengah kuat, karena ternyata harga saham tidak bereaksi saat ada
pengumuman tentang pergantian kepemimpinan Suharto
6.
Sedangkan Paultje (2001)
meneliti reaksi pasar modal terhadap pengumuman kabinet baru, dengan hasil
penelitian bahwa pasar modal di Indonesia tidak efisien secara informasi,
reaksi pasar sebelum dan sesudah peristiwa berbeda dengan beda abnormal return yang cukup signifikan, dan tidak ada aktifitas
perdagangan yang menonjol dan berbeda, jadi volume aktivitas perdagangan tidak ada
perubahan yang signifikan.
7.
Rustamadji (2001) yang
meneliti tentang ekspetasi investor di BEJ terhadap peristiwa politik. Dalam penelitian
ini, dikatakan bahwa kasus Buloggate dan Brunaigate menimbulkan reaksi di pasar
modal dan memberikan abnormal return pada investor pada hari ke lima sebelum
peristiwa dan enam hari setelah peristiwa.
8.
Nurwanto (2004) meneliti
tentang rekasi pasar modal terhadap kasus bom Bali, bom Makasar dan bom Mariot.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga kasus bom tersebut memberikan abnormal
return setelah event day.
No
|
Penulis (tahun)
|
Judul
|
Hasil
|
1
|
Namusisi,Fatumah N
(1996)
|
Analysist of Stock Price
Response to Share Listing
on
Jakarta Stock Exchange:
AN
Efficient Capital Market
Test
|
Tidak menemukan adanya abnormal
return yang konsisten saat terjadinya
emisi saham baru
|
2
|
Susiyanto, ME
(1997)
|
Pengujian Efisiensi
Pasar
Modal Indonesia: Bentuk
Lemah dan Bentuk
Setengah
Kuat pada Periode 1994-
1996
|
Tidak adanya abnormal return
yang signifikan secara konsisten
sehubungan dengan event yang
diteliti.
|
3
|
Affandi, Untung dan
Siddharta
Utama (1998)
|
Uji Efisiensi Bentuk
Setengah
Kuat pada Bursa Efek
Jakarta
|
Harga saham bereaksi lambat
terhadap pengumuman laba
|
4
|
Suryawijaya M
A, dan F A
Setiawan
(1998)
|
Reaksi Pasar Modal
Indonesia terhadap
Peristiwa Politik Dalam
Negeri, Event Study pada
Peristiwa 27 Juli 1996
|
Pasar modal di Indonesia
bereaksi terhadap peristiwa
politik "27 Juli 1996". Tapi
reaksi yang terjadi adalah
negatif (abnormal return yang
negatif dan signifikan) terjadi
secara spontan dan event date
|
5
|
Tatiek N,
Mutaminah,
dan
Siyamtiyah .
(1999)
|
Reaksi Harga Saham di
BEJ terhadap
Pengumuman Pergantian
Kepemimpinan Soeharto
|
BEJ tidak efisien dalam
bentuk efisien setengah kuat,
karena ternyata harga saham
tidak bereaksi saat ada
pengumuman tentang
pergantian kepemimpinan
Suharto
|
6
|
Paultje, Novi
(2001)
|
Reaksi Pasar Modal
terhadap Pengumuman
Kabinet Baru
|
Pasar modal di Indonesia tidak
efisien secara informasi,
reaksi pasar sebelum dan
sesudah peristiwa berbeda
dengan beda abnormal return
yang cukup signifikan, dan
tidak ada aktifitas
perdagangan yang menonjol
dan berbeda, jadi volume
aktivitas perdagangan tidak
ada perubahan yang
signifikan.
|
7
|
Rustamadji,
Gathot R
(2001)
|
Analisis Ekspektasi
Investor di Bursa Efek
Jakarta terhadap Peristiwa
Politik (Event Study :
Peristiwa Keputusan
Memorandum oleh DPR
dalam Kasus Buloggate
dan Bruneigate)
|
Kasus Buloggate dan
Brunaigate menimbulkan
reaksi di pasar modal dan
memberikan abnormal return
pada investor pada hari ke
lima sebelum peristiwa dan
enam hari setelah peristiwa.
|
8
|
Nurwanto
(2004)
|
Reaksi Pasar Modal
Terhadap Peristiwa Bom
Bali, Bom Makasar, dan
Bom Mariot (Studi Kasus
di BEJ dengan Proksi
Saham-saham LQ45)
|
Ketiga kasus bom tersebut
memberikan abnormal return
setelah event day.
|
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus